Senin, 13 Januari 2014

Ronggeng Dukuh Paruk

“MENJALANI HIDUP”




 SINOPSIS 
Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dimulai dengan menampilkan Srintil kecil yang bermain bersama teman-temannya yakni Rasus dan anak-anak dukuh Paruk lainnya. Ternyata Srinthil telah membuktikan dirinya yang terlahir untuk menjadi ronggeng dukuh Paruk ketika dalam sebuah permainan bersama Rasus dan anak-anak dukuh Paruk lainnya Srintil yang  baru berusia sebelas tahun mampu nembang (menyanyikan lagu) dan menari layaknya seorang ronggeng yang sebenarnya. Setelah melalui upacara ritual bukak klambu (semacam sayembara bagi laki-laki untuk menikmati virginitas calon ronggeng dengan membayar sejumlah uang, siapa yang paling banyak uangnya, dialah yang menang), resmilah Srintil menjadi ronggeng dukuh Paruk. Meskipun dalam tradisi seorang ronggeng tidak dibenarkan mengikatkan diri dengaanseorang laki-laki, namun ternyata Srintil tak dapat melupakan Rasus, pemuda pujaannya.
Ketika Rasus menghilang dari dukuh Paruk, jiwa Srintil terkoyak. Srintil tidak dapat menerima keadaan ini, dan berontak dengan caranya sendiri. Sikap ini menjadi factor penentu dalam pertumbuhan kepribadiannya. Dia tegar dan berani melanggar ketentuan-ketentuan yang biasa berlaku dalam dunia peronggengan, terutama dalam hubungannya antara ronggeng dengan dukunnya. Kini Srintuil telah menjadi ronggeng yang terkenal berkat kepiawaiannya menembang dan menari ditambah dengan kecantikan wajah dan keindahan bentuk tubuhnya yang membuat hamper setiap lelaki yang memandangnya terpukau dan gemetar dalam renjana birahi.
Ketika dia kembali ke Dukuh Paru dari pengasingan dirinya. Rasus ingin menemui neneknya yang masih tinggal di Dukuh Paruk kemudian dengan tidak sengaja dia bertemu dengan Srintil. Srintil kemudian tahu kalau Rasus telah menjadi tobang tentara. Setelah Srintil tahu bahwa rasus telah menjadi tobang, dia kemudian meminta rasus agar menjadi suaminya tetapi Rasus menolaknya karena dia tahu bahwa Srintil adalah energi ronggeng yang ada di desanya. Setelah Srintil muncul desanya menjadi ramai didatangi oleh banyak orang.
Ketika menginjak usia hamper dua puluh tahun, keberadaan Srintil mulai teguh. Dia bermartabat, tidak lapar seperti kebanyakan orang dukuh Paruk, dan menampik lelaki yang tidak disukainya. Ketika telah mencapai popularitas dan masa jaya, dalam lintasan hidupnya secara tidak dimengerti oleh Srintil sendiri yang buta huruf dan buta politik itu, ia terlibat dalam kekalutan politik pada tahun 1965. Srintil yang bermartabat, cantik, belia dan terkenal itu berhadapan dengan ketentuan sejarah yang sekali puntak pernah dibayangkannya. Ia harus meringkuk di dalam penjara sebagai tahanan politik karena dianggap sebagai pendukung PKI melalui berbagai pementasan ronggengnya.Setelah dibebaskan dari penjara yang telah dijalaninya selama dua tahun sebagai tahanan politik, Srintil berniat meninggalkan dunia ronggeng dan ingin hidup sebagai peempuan somahan (berkeluarga) sepeti perempuan normal lainnya sambil mengharapkan kehadiran Rasus yang semakin jauh dari dukuh Paruk karena bertugas sebagai militer.

Letih menunggu Rasus, makaharapannya dialihkan Bajus, lelaki yang mendekatinya. Ternyata harapannay hancur berantakan ketika lelaki yang terkesan akan menikahinya itu ternyata tetap menganggapnya sebagai ronggeng yang boleh dipakai oleh lelaki manapun. Hancur leburlah jiwanya. Tak kuat menahan penderitaan batinnya, ia menjadi gila, dan harus mendekam dalam bilik kecil yang kotor di rumah kakeknya. Akhirnya, Rasus muncul dan membawa Srintil ke rumah sakit jiwa untuk dirawat di sana.

MAKNA
Dalam novel ronggeng Dukuh Paruk ini merupakan sketsa sosial sekaligus antropologis yang kuat, di sana-sini diwarnai erotisme (cinta) yang memukau: halus, menyentuh dan menggelitik. Tidak seperti kebanyakan karya sastra lain.  Tokoh utama itu, seorang ronggeng jelita dan mempesona, belia, yang citranya lugu dan tidak berdosa, harus menjadi korban dari budaya masyarakat yang patriarki sekaligus banal di satu sisi serta menjadi korban dari konstruk poliritk.
Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan karya yang memantulkan kengerian dan keaburdan. Dalam Ronggeng Dukuh Paruk, bata antara fakta dan fiksi menjadi kabur. Di sisi lain novel tersebut jugamenyuarakan resisteni kaum perempuan melalui tokoh Srintil, sangRonggeng Dukuh Paruk tentang kesetaraan jender. Srintil dilukiskan sebagai duta budaya sekaligus duta keperempuan. Sebagai duta buayaSrinitl menyadari perannya sebagai ronggeng dukuh Paruk yang haru mengampu naluri-naluri kelelakian. Adapun sebagai duta keperempuan Srintil tidak melihat laki sebagai pihak yang superior dan menguasainya. Baginya, lelaki dan perempuaan adalah imbalan perempuan dan keperempuan.
Rongeng Dukuh Paruk memiliki kekayaan makna. Dalam novel tersebut memiliki relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang terdekripikan melalui jalan seni, melalui imajinasi dan rekaan yangkeseluruhannya memiliki kesatuan yang utuh, selaras dan memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu dan daya ungkap, keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk serta penataan nsur-unsur kebahaaan dan struktur verbalnya.
Selain itu, Ronggeng Dukuh Paruk juga memaparkan fenomena yang belum pernah terjadi di dunia sastra Indonesia yaknikehidupan ronggeng yang khas dengan latar sejarah poliitik G30S/PKI dengan segala eksesnya. Kultur desa yang longgar dalam tata susila perkawinan, penuhdengan kata-kata cabul, orang leluasa meniduri istri tetangganya, terlukis dalam novel itu. Bagi seorang dukuh Paruk, jika seorang istri berselingkuh dengan tetangga, maka sang suami tidak perlu rebut menghajar tetangga tadi. Cukuplah sang suami meniduri istri tetangga terebut, selesailah urusannya. Ronggeng Dukuh Paruk melukiskan latar, peristiwa, dan tokoh-tokoh yang terdiri atas orang-orang desa yang sederhana dengan menarik.

Daftar Pustaka :
Thohari, Ahmad. 2003. Ronggeng Dukuh Paruk. Gramedia Pustaka Utama.

Oktavian Aditya Nugraha
Senin 13 Januari 2014 / 19.25 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar