“MENJALANI HIDUP”
Kisah
Ronggeng Dukuh Paruk dimulai dengan menampilkan Srintil kecil yang bermain
bersama teman-temannya yakni Rasus dan anak-anak dukuh Paruk lainnya. Ternyata
Srinthil telah membuktikan dirinya yang terlahir untuk menjadi ronggeng dukuh
Paruk ketika dalam sebuah permainan bersama Rasus dan anak-anak dukuh Paruk
lainnya Srintil yang baru berusia
sebelas tahun mampu nembang (menyanyikan lagu) dan menari layaknya seorang
ronggeng yang sebenarnya. Setelah melalui upacara ritual bukak klambu (semacam
sayembara bagi laki-laki untuk menikmati virginitas calon ronggeng dengan
membayar sejumlah uang, siapa yang paling banyak uangnya, dialah yang menang),
resmilah Srintil menjadi ronggeng dukuh Paruk. Meskipun dalam tradisi seorang
ronggeng tidak dibenarkan mengikatkan diri dengaanseorang laki-laki, namun
ternyata Srintil tak dapat melupakan Rasus, pemuda pujaannya.
Ketika
Rasus menghilang dari dukuh Paruk, jiwa Srintil terkoyak. Srintil tidak dapat
menerima keadaan ini, dan berontak dengan caranya sendiri. Sikap ini menjadi
factor penentu dalam pertumbuhan kepribadiannya. Dia tegar dan berani melanggar
ketentuan-ketentuan yang biasa berlaku dalam dunia peronggengan, terutama dalam
hubungannya antara ronggeng dengan dukunnya. Kini Srintuil telah menjadi
ronggeng yang terkenal berkat kepiawaiannya menembang dan menari ditambah
dengan kecantikan wajah dan keindahan bentuk tubuhnya yang membuat hamper
setiap lelaki yang memandangnya terpukau dan gemetar dalam renjana birahi.
Ketika
dia kembali ke Dukuh Paru dari pengasingan dirinya. Rasus ingin menemui
neneknya yang masih tinggal di Dukuh Paruk kemudian dengan tidak sengaja dia
bertemu dengan Srintil. Srintil kemudian tahu kalau Rasus telah menjadi tobang
tentara. Setelah Srintil tahu bahwa rasus
telah menjadi tobang, dia kemudian meminta rasus agar menjadi suaminya tetapi
Rasus menolaknya karena dia tahu bahwa Srintil adalah energi ronggeng yang ada
di desanya. Setelah Srintil muncul desanya menjadi ramai didatangi oleh banyak
orang.
Ketika
menginjak usia hamper dua puluh tahun, keberadaan Srintil mulai teguh. Dia
bermartabat, tidak lapar seperti kebanyakan orang dukuh Paruk, dan menampik
lelaki yang tidak disukainya. Ketika telah mencapai popularitas dan masa jaya,
dalam lintasan hidupnya secara tidak dimengerti oleh Srintil sendiri yang buta
huruf dan buta politik itu, ia terlibat dalam kekalutan politik pada tahun
1965. Srintil yang bermartabat, cantik, belia dan terkenal itu berhadapan
dengan ketentuan sejarah yang sekali puntak pernah dibayangkannya. Ia harus
meringkuk di dalam penjara sebagai tahanan politik karena dianggap sebagai
pendukung PKI melalui berbagai pementasan ronggengnya.Setelah dibebaskan dari
penjara yang telah dijalaninya selama dua tahun sebagai tahanan politik,
Srintil berniat meninggalkan dunia ronggeng dan ingin hidup sebagai peempuan somahan (berkeluarga) sepeti perempuan
normal lainnya sambil mengharapkan kehadiran Rasus yang semakin jauh dari dukuh
Paruk karena bertugas sebagai militer.
Letih
menunggu Rasus, makaharapannya dialihkan Bajus, lelaki yang mendekatinya.
Ternyata harapannay hancur berantakan ketika lelaki yang terkesan akan
menikahinya itu ternyata tetap menganggapnya sebagai ronggeng yang boleh
dipakai oleh lelaki manapun. Hancur leburlah jiwanya. Tak kuat menahan
penderitaan batinnya, ia menjadi gila, dan harus mendekam dalam bilik kecil
yang kotor di rumah kakeknya. Akhirnya, Rasus muncul dan membawa Srintil ke
rumah sakit jiwa untuk dirawat di sana .
MAKNA
Dalam
novel ronggeng Dukuh Paruk ini merupakan sketsa sosial sekaligus antropologis
yang kuat, di sana-sini diwarnai erotisme (cinta) yang memukau: halus,
menyentuh dan menggelitik. Tidak seperti kebanyakan karya sastra lain. Tokoh utama itu, seorang ronggeng jelita dan
mempesona, belia, yang citranya lugu dan tidak berdosa, harus menjadi korban
dari budaya masyarakat yang patriarki sekaligus banal di satu sisi serta
menjadi korban dari konstruk poliritk.
Novel
Ronggeng Dukuh Paruk merupakan karya yang memantulkan kengerian dan keaburdan.
Dalam Ronggeng Dukuh Paruk, bata antara fakta dan fiksi menjadi kabur. Di sisi
lain novel tersebut jugamenyuarakan resisteni kaum perempuan melalui tokoh Srintil,
sangRonggeng Dukuh Paruk tentang kesetaraan jender. Srintil dilukiskan sebagai
duta budaya sekaligus duta keperempuan. Sebagai duta buayaSrinitl menyadari
perannya sebagai ronggeng dukuh Paruk yang haru mengampu naluri-naluri
kelelakian. Adapun sebagai duta keperempuan Srintil tidak melihat laki sebagai
pihak yang superior dan menguasainya. Baginya, lelaki dan perempuaan adalah
imbalan perempuan dan keperempuan.
Rongeng
Dukuh Paruk memiliki kekayaan makna. Dalam novel tersebut memiliki relevansi
nilai-nilai eksistensi manusia yang terdekripikan melalui jalan seni, melalui
imajinasi dan rekaan yangkeseluruhannya memiliki kesatuan yang utuh, selaras
dan memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu dan daya ungkap,
keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk serta penataan nsur-unsur
kebahaaan dan struktur verbalnya.
Selain
itu, Ronggeng Dukuh Paruk juga memaparkan fenomena yang belum pernah terjadi di
dunia sastra Indonesia
yaknikehidupan ronggeng yang khas dengan latar sejarah poliitik G30S/PKI dengan
segala eksesnya. Kultur desa yang longgar dalam tata susila perkawinan,
penuhdengan kata-kata cabul, orang leluasa meniduri istri tetangganya, terlukis
dalam novel itu. Bagi seorang dukuh Paruk, jika seorang istri berselingkuh
dengan tetangga, maka sang suami tidak perlu rebut menghajar tetangga tadi.
Cukuplah sang suami meniduri istri tetangga terebut, selesailah urusannya.
Ronggeng Dukuh Paruk melukiskan latar, peristiwa, dan tokoh-tokoh yang terdiri
atas orang-orang desa yang sederhana dengan menarik.
Daftar Pustaka :
Thohari, Ahmad.
2003. Ronggeng Dukuh Paruk. Gramedia Pustaka Utama.
Oktavian Aditya Nugraha
Senin 13 Januari 2014 / 19.25 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar