Kamis, 16 Januari 2014

Canting

“CANTING" 
KEKELUARGAAN 


A. SInOpsis
Keputusan yang sangat mengejutkan dibuat oleh Raden Ngabehi Setrokusumo untuk keluarganya. Karena Raden Ngabehi Setrokusumo mencintai seorang gadis yang bernama Tuginem yang tak lain adalah seorang buruh batik di tempat kerjanya yang mengabdi turun temurun kapada keluarganya. Pengusaha batik tradisional merk Canting di Solo tersebut ingin menikah dengan Tuginem yang bukan berasal dari kalangan keraton. Pernikahannya mendapat tentangan dari keluarga besar Raden Ngabehi Setrokusumo. Namun pernikahan itu tetap berlangsung dan walaupun tanapa persetujuan dari keluarga besarnya.
Walaupun pernikahan tersebut mendapat banyak tentangan dari keluarga besar Ngabei tetapi pernikahan tersebut tetap bahagia dan harmonis. Setelah menikah dengan Ngabehi gadis yang menjadi buruh batik itu dipanggil Bu Bei. Kemudian Bu Bei membantu usaha batik yang didirikan oleh suaminya. Selama menjadi istri Ngabehi, Bu Bei menjadi istri yang berbakti lahir dan batin.
Ketika Bu Bei sudah menjadi seorang wanita karier yang sukses, ia tidak meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik bagi keluarga. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai enam orang anak. Mereka bernama Wahyu Dewabrata, Lintang Dewanti, Bayu Dewsunu, Ismaya Dewakusuma, Wening Dewa murti, dan si bungsu Subandini Dewa Putri. Tugas Bu Bei sebagai seorang istri priyayi menjadi semakin berat karena beliau harus mengurusi keenam anaknya yang merupakan tanggung jawabnya dan semakin berat tugasnya ketika menjadi wanita karier yang mengambil alih serta meneruskan perusahaan batik milik suaminya. Bu bei mulai belajar menjadi wanita karier yang memiliki keberaniaan memutuskan masalah-masalah yang sulit dna menagmbil keputusan yang penting. Ia membesarkan anaknya hingga mereka menikah dan mempunyai anak.
Anaknya bernama Wahyu Dewabrata menjadi dokter, Lintang Dewanti menjadi istri kolonel, Bayu Dewasunu menjadi dokter gigi, Ismaya Dewakusuma manjadi insinyur, Wening Dewamurti menjadi menjadi dokter yang kemudian menjadi kontraktor yang sukses, serta si bungsu Subandini Dewaputri menjadi sarjana farmasi. Karena faktor usia yang sudah semakin tua, kekuatan Bu Bei dalam menangani usaha batiknya serta dalam mengurus rumah rumah tangganya semakin berkurang. Kekuatannya dalam menangani para pedagang di pasar Klewer Solo, tempat usaha menjajakan batik Canting produk buatannya mulai menurun. Padahal batik Canting produk mereka mulai mendapat saingan berat dari batik modern. Tidak lama kemudian Bu Bei meninggal setelah kejadian yang menggemparkan itu.
Kemudian sebagai anak bungsu Subandini Dewaputri yang kerap dipanggil dengan Ni meneruskan dan mengambil alih usaha batik milik keluarganya itu. Persoalan demi persoalan mulai muncul, Ni dicurigai sebagai anak hubungan gelap. Sebagai bapak yang bijaksana Pak Bei tampil meyakinkan, untuk menyelesaikan masalah. Namun diantara anak-anaknya yang lain mulai timbul persaingan yang tidak sehat, antara keluarga itu terjadi pertikaian yang terselubung. Mereka tidak setuju jika Ni melanjutkan usaha batik ibunya. Akan tetapi Ni tetap bersikukuh ingin melanjutkan batik milik ibunya. Meskipun sudah diganti merk tetap saja batik Canting itu tetap tenggelam, karena bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Sampai pada akhirnya Ni jatuh sakit dan hampir saja meninggal. Di dalam kondisi itu buruh dari usahanya tetap mencintainya karena kebijaksanaannya dalam menangani pabriknya.
Akhirnya Ni melahirkan pemikiran dan sikap baru bahwa canting tidak perlu diangkat tinggi-tinggi. Canting sekarang bukanlah Canting yang dianggap adi luhung oleh sebagaian besar pemakainya. Dengan bantuan keluarga dan buruh pabriknya usaha batiknya berangsur-angsur pulih. Salah satu penyebab kemunduran usaha batiknya adalah mesalah merk, kemudian ia mengganti nama Canting dengan Canting Daryono.
Batik yang dijalankan Ni perlahan-lahan mulai pulih, keputusan mengganti merk Canting menjadi Canting Daryono merupakan kputusan yang sangat tepat. Kemudian Subandini menikah dengan Hermawan, tepat pada hari selamatan setahun sepeninggal ibunya. Sampai akhirnya dia melahirkan anak pertamanya yang diberi nama sama dengan merk batiknya yaitu Canting Daryono.Hermawan pria yang setia, dia rela menunggu Ni selama menangani usaha keluarganya.
Usaha batik yang dirintis keluarga Subandini akhirnya dapat tertolong dari kemunduran. Sekarang batiknya mulai berkembang pesat dan maju. Canting daryono tidak hanya terkenal dalam negeri saja tetapi juga di luar negeri. Akhirnya semua hidup berbahagia dengan rasa syukur dan suka cita.

B. MakNa 
Novel ini menggunakan pendekatan Feminisme Dalam novel Canting karya Arswendo Atmowiloto jalan ceritanya berkisar antara kehidupan keluarga Raden Ngabehi Setrokusumo. Dalam cerita yang sudah dibaca oleh penus dapat dipaparkan mengenai makna feminisme yang terdapat dalam novel Canting. Novel Canting menceritakan kehidupan seorang wanita yang berjuang mempertahankan usaha keluarganya yaitu dalam perusahaan batik.
Inti dari tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Pertama mengenai peran Bu Bei sebagai seorang perempuan tegar, sanar dan bijaksana, serta penuh tanggung jawab dan penuh pengabdian terhadap suami dan anak-anaknya. Selain itu, Bu Bei jega perempuan pekerja keras. Dia ikut menangani usaha batik suaminya yaitu Raden Ngabehi Setrokusumo, dengan sangat baik dan ulet.
“Untuk usianya yang tiga puluh dua tahun, bu Bei masih menampakkan kegesitan yang luar biasa, dan yang paling luar biasa adalah wajahnya yang selalu nampak bercahaya. Rasanya tak ada masalah yang tidak bisa dihadapi dan diselesaikan dengan baik, dengan memuaskan.Cahaya dari wajah Bu Bei adalah cahaya dari suatu kebahagiaan. Kebahagiaan seorang wanita yang berhasil mengisi hidupnya dengan suatu kerja yang panjang dan bekti yang tulus kepada suami”. Usaha yang mereka kerjakan bersama–sama itu akhirnya berkembang pesat dan maju. Walaupun dia membantu suaminya, dia tidak lupa akan kewajibannya sebagai seorang ibu. Keenam anaknya menjadi orang yang sukses.
Selain tokoh Bu Bei ada juga tokoh lain, yaitu Subandini atau akrap dipanggil Ni anak Bu Bei. Ketika melihat pabrik orang tuanya mengalami kemunduran dan Ibunya jatuh sakit dia memutuskan mengambil alih usaha orang tuanya itu. Dengan semangat dia berusaha agar pabrik mereka tidak hancur dan dia berhasil.

Sebagai seorang wanita kita harus bisa mencontoh kedua tokoh tersebut. Tokoh yang mau bekerja keras dan tidak mudah putus asa. Selain itu novel Canting juga mengajarkan pada kita agar tidak melupakan kewajiban sebagai seorang istri yang harus melayani suami dan mengurus rumah. Sesibuk apapun seorang istri harus menyempatkan diri mengurus rumah tangganya.


Daftar Pustaka

Atmowiloto, Arswenda. 1986. Canting. Gramedia.

Oktavian Aditya Nugraha
Kamis, 16 Januari 2013/ 23.40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar