EMPIRISME
Filsafat diambil dari bahasa Arab Filsafah.
Dari bahasa Yunani Philosophia, kata majemuk yang terdiri dari kata Philos
artinya cinta atau suka, dan kata Shopia artinya bijaksana. Secara
etimologis memberikan pengertian cinta bijaksana. Selain etimologis dapat
diartikan secara terminologis, yang mempunya arti bermacam-macam. Menurut Plato
filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk
mencapai kebenaran yang asli. (Juhaya, 2003: 1-2).
Filsafat ilmu adalah merupakan
bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu
sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat
menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan
penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan, serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap
masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri
(http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu)
Mengalihkan
perhatian dari objek-objek yang sebenarnya dari penyelidikan ilmiah kepada
proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu mantra baru. Segi-segi
yang menonjol serta latar belakang segenap kegiatan menjadi nampak. Berangkat
dari sini maka, menjadi jelas pula saling adanya hubungan antara objek-objek
dengan metode-metode, antara masalah-masalah yang hendak dipecahkan dengan
tujuan penyelidikan imiah, antara pendekatan secara ilmiah dengan pengolahan
bahan-bahan secara ilmiah. Dengan demikian filsafat ilmu merupakan suatu bentuk
pemikiran secara mendalam yang bersifat kelanjutan. (Berling, dkk. 1988: 1).
Ada beberapa
teori kebenaran dalam Filsafat Ilmu, salah satunya Empirisme. Empirisme yang
akan dibahas penulis pada makalah ini. Ilmu tentang kebenaran dalam hal
pengalaman akan diurai dalam makalah ini. Empiris memberi tekanan pada empirik
atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Oleh karena itu empiris disebut
paham yang memiliki pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, yang dimaksud
pengenalan batiniah dan lahiriah. Batiniah yang menyangkut pribadi manusia, dan
lahiriah yang menyangkut dunia. Untuk lebih lanjut mengetahui Filsafat Ilmu
tentang Empirisme, bisa dibaca dalam makalah yang penulis ini buat.
A.
Ilmu Empiris
Empirisme adalah Salah
satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu, ketergantungan pada bukti.
Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman
yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus
berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan
diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi.
Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan
hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat
digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan
fenomena alam. (http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu).
Ilmu-ilmu
empirik memperoleh bahannya melalui pengalaman. Tetapi pengalaman atau empirik
ilmiah yang sesungguhnya lebih dari sekedar pengalaman sehari-hari serta hasil
tangkapan inderawi. Dalam siklus empirik dimulai lagi secara baru, tidak hanya
dalam eksperimen yang memerlukan observasi baru, melainkan juga adanya
deretan-deretan baru, bahan-bahan baru yang diobservasi sehingga mengahasilkan
deduksi dan induksi serta memperluasnya sistem pertanyaan-pertanyaan yang
teoritik. Siklus ini dijelaskan (A.D de Groot dalam Beerling) dalam
pembahasannya terdapat 5 siklus :
1.
Observasi
Dengan adanya
observasi yang dimaksudkan dalam ilmu empirik ini, diperoleh sejumlah
bahan-bahan empiric yang saling berhubungan, yang terdapat dalam
kumpulan-kumpulan bahan yang terkumpul. Yang tidak sekedar melakukan
pengamatan.
2.
Induksi
Setelah adanya
suatu observasi maka timbul pertanyaan-pertanyaan. Induksi suatu pertanyaan
umum yang didapatkannya, semacam tindakan penyempurnaan.
3.
Deduksi
Adpun
pertanyaan khusus, dimana deduksi. Dapat dijabarkan, yang kemudian dikaji.
4.
Kajian / Eksperimen
Pertnyaan
khusus dan umum yang sudah ada, kemudian dikaji dan di ekperimen kebenaran atau
tidak. Selanjutnya adanya verifikasi secara empirik. Dalam hubungan luas
dikatakan dalam hal seperti itu, dikukuhkannya suatu teori.
5.
Evaluasi
Semuanya sudah
terlaksana, baru diadakan suatu evaluasi terhadap teori yang sudah
didapatkannya.
Telah
disinggung diatas bahwa istilah Empirisme berasal dari bahasa Yunani Empiria
berarti pengalaman inderawati. Oleh karena itu, empirisme disebut paham
yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengalaman, berupa pengalaman
lahiriah dan batiniah. Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme.
(Juhaya, 2003:105).
B.
Tokoh – tokoh Empiris
a.
Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes lulusan Universitas Oxford, kemudian menjadi pengajar pada suatu
keluarga yang terpandang. Dia mengenal filsafat Descartes dan pemikir-pemikir
Prancis lainnya, karena saat itu Inggris ada perang sahabat jadi Hobbes pergi
ke Prancis. Ia mensukai sain dan menciptakan filsafat atas dasar matematika.
Karya utamanya adalah Leviathan (1651), mengespresikan pandangannya tentang
hubungan antara alam, manusia, dan masyarakat. Filsafat Hobbes mewujudkan suatu
sistem yang lengkap mengenai keterangan yang ada secara mekanis. Dengan
demikian ia merupakan seorang meterialis di bidang ajaran tentang antropologi,
serta absolutis di bidang ajaran tentang negara.
Filsafat Materialisme, yang dianut Hobbes dapat dijelaskan “segala sesuatu yang
ada bersifat bendawi” bendawi yang dimaksud adalah suatu tidak bergantung pada
gagasan kita. Manusia, manusia tidak lebih dari suatu bagian alam bendawi yang
mengelilinginya, oleh karena itu segala sesuatu yang terjadi pada manusia dapat
diterangkan seperti cara yang terjadi pada kegiatan-kegiatan alamiah, yaitu
secara mekanis. Jiwa, dalam ajaran Hobbes jiwa sejalan dengan ajaran filsafat
dasar, sehingga jiwa baginya merupakan kompleks dari proses-proses mekanisme
dalam tubuh.
Teori pengenalan, pengalaman atau pengenalan sebagai Hobbes diperoleh dari
suatu pengalaman. Pengalaman dari awal segala pengetahuan, awal pengetahuan
tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Berbeda dengan
kaum rasionalis dimana memandang bahwa pengalaman dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Karena pengalaman dengan akal mewujudkan
kelebihan dan kekurangan.
Dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang
disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu harapan akan masa depan,
sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu.
b.
John Lockes (1632-1704)
Bagi
Lockes menganggap manusia sebagai “lemabaran kertas putih” dan pengalaman
dibagi menjadi 2 yaitu lahiriah dan batiniah. Kedua sumber pengalaman itu
mengahasilkan ide-ide tunggal. Ruh manusia bersifat sekali pasif dalam
meneriman ide-ide. Namun ruh memiliki aktivitas.
c.
George Berkeley (1665-1753)
Teorinya immaterialisme atau dasar ilmu empiris. Yang ada hanyalah pengalaman
ruh saja. Dunia material sama saja dengan ide-ide yang secara alami.
d.
David Hume (1711-1776)
Menurut penulis sejarah filsafat, empirisme berpuncak pada David Hume, sebab
menggunakan prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang paling radikal.
Pengertian hubungan sebab akibat, menjadi objek kritiknya.
Empirisme,
by. Oktavian Aditya Nugraha, S.Pd ( 12/04/2012 : 14.19 )
Beerling,
dkk. 1988. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogjakarta: PT Bayu Indera Grafika
Claessen
G.J. 1979. Menuju Ke Pemikiran Filsafat. Jakarta : PT. Pembangunan.
Juhaya,
S.Praja. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Estetika. Bandung : Prenada
Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar