TATA BAHASA TAGMEMIK
Teori tagmemik pertama-tama dikembangkan oleh
Kenneth L Pike, dan digunakan Summer Institute of Lingusitics (SIL) untuk
pelatihan analisis bahasa. Kemudian dikembangkan oleh Longacre
(1965); Cook (1969), (1971); Thomas (1986) di Indonesia teori ini dapat
dilihat pada karya Ba’dulu dan Herman (2005). Unit utama analsis tagmemik
adalah tagmem yang berhubungan dengan fungsional slot dan kategori
yang mengisi slot. Istilah tagmem pertama kali disebutkan oleh
Bloomfield (1933) yaitu unit terkecil dari bentuk gramatika yang memilki makna.
Sementara itu Pike (1958) menggunakan tagmem dengan istilah grameme
pada mulanya yang kemudian diubah menjadi tagmem. Parera (1993:61)
mengemukakan bahwa tagmem –tagmem adalah hubungan fungsi, bentuk yang
didistribusikan dalam konstruksi bahasa, atau korelasi dari sebuah fungsi
gramatikal dalam gatra dengan kelas (kelompok) unsur-unsur yang bergantian
mengisi gatra tersebut. (http://maxilk.wordpress.com/2010/07/27/tata-bahasa-tagmemik/).
Pelopor
teori Tagmemik adalah Prof. Kenneth Lee Pike seorang pendeta Kristen Protestan
dan seorang ahli bahasa ulung yang ikut mendirikan dan mengembangkan Summer
Institute of Linguistics, suatu organisasi yang bergerak di bidang penerjemahan
Injil. Sebagai seorang pendeta Kristen, Pike membaktikan hidupnya untuk
kegiatan pengajaran dan penyebaran Injil serta penerjemahan Injil ke dalam
bahasa-bahasa yang belum pernah mengenal kitab ini. Sebagai seorang ilmuwan, Pike
membaktikan dirinya di bidang penelitian dan pengembangan ilmu bahasa (Lembaga
Bahasa Universitas Atma Jaya, 1987:71). Teori Tagmemik berkembang dari sebuah
teori yang lebih komprehensif tentang bahasa dalam ruang lingkup perilaku
manusia yang dikembangkan Pike antara tahun 1954-1960. (http://haerilhalim.wordpress.com/2011/02/10/tata-bahasa-tagmemik-hirarki-gramatikal-fonologis-dan-referensial/).
Nama tagmemik berasal dari kata tagma yang di dalam bahasa Yunani berarti “susunan”. Pike
menggunakan kata itu sebagai istilah untuk mengacu kepada satuan etnik yaitu
satuan lingual yang dilihat oleh pengamat atau peneliti bahasa orang luar.
Istilah “etik” kemudian dihadapi dengan istilah tagmen yaitu satuan lingual
yang bersifat emik yang dikenali sebagai makna oleh penutur asli suatu bahasa
sebagai orang dalam. Di dalam teori tagmemik fonem, morfem, dan tagmen ini
menduduki tataran yang berbeda-beda yang masing-masingnya membentuk hirarki
fonologis yang mengatur pemolaan bunyi bahasa. Hirarki leksikal yang mengatur
pemolaan lingua bermakna dan hirarki bergramatikal mangatur pemolaan fungsi.
Satuan emik terkecil pada tataran fonologis adalah fonem, pada tataran leksikal
morfem, dan pada tataran gramatikal adalah tagmen.
TEORI TAGMEMIK
Teori tagmemik berorientasi pada fungsi, jadi
pengaji bahasa selalu harus diarahkan kepada memerikan dan menerangkan fungsi
yang membentuk unsur-unsur bahasa, setiap unsure harus dapat dikenali bentuknya
dan mendukung suatu fungsi tertentu. Fungsi dapat dipilahkan dari bentuk pada
tataran bunyi dimana dibahas fonem yang mempunyai fungsi diferensasi (pembeda
makna), pada leksikon dibahas morfem yang mempunyai fungsi referensial (membawa
makna), dan pada tataran gramatika satuan dasar tagmem mempunyai fungsi
gramatikal (membawa makna gramatikal).
Teori agmemik memandang bahasa sebagai bagian dari
tingkah laku manusia dan bahwa tingkah laku tutur (verba) tidak dapat
dipisahkan sama sekali dari tingkah laku non tutur (non verba) karena yang
satunya tidak dapat dikaji secara memadai tanpa memperhitungkan yang lainya.
Ciri
khas teori tagmemik
1.
Tagmemik berpegangan teguh pada tindak
tingkah laku manusia.
2.
Pemerian bahasa tagmemik memperhitungkan
fonologi, morfologi, sintaksis, makna, dan konteks secara serentak.
3.
Tagmemik menekankan keketatan pembagian
tataran dalam pemerian bahasa.
4.
Tagmemik menggunakan alat pemerian yang
memilah pandangan etnik dan emik.
Membahas
tentang etnik dan emik sebagai berikut
ETIK
a. Mengamati semuanya kebudayaan atau bahasa atau suatu kelompok yangdipilih secara bersama-sama atau secara komparatif.
b.
Pandangan eksternal (orang luar) tentang suatu sistem. c. Data etik diperoleh dari analisis yang bersifat sementara dan/atau sebagian EMIK
a. Mengamati suatu kebudayaan atau bahasa secara khusus.
b. Pandangan internal (orangdalam ) tentang suatu sistem berdasarkan kriteria yang ada di dalam sitem itu sendiri.
c. Data emik menuntut pengetahuan yang utuh tentang keseluruan sistem dan merupakan data akhir.
5.
Dalam menganalisis satuan dasar
sintaksis yakni tagmen ditekankan pada fungsi, bentuk, peran, dan kohesi.
6.
Pandangan tagmemik kalimat sebagai titik
awal dan akhir analisis tidak menghasilkan pemerian yang memadai.
7.
Tagmemik sangat mementingkan konteks.
8.
Teori tagmemik mempostulasikan suatu
sistem tingkah laku dimana setiap unsur sedikit-sedikitnya mempengaruhi atau
membatasi unsur lain, sehingga tidak ada satu unsur pun dapat diberi batasan.
9.
Tagmemik menganut keyakinan akan adanya
semesta-semestaan bahasa sebagai bagian dari tingkah laku manusia utuh.
Semesta-semestaan
sebagai berikut :
a.
Adanya satuan (unit) yang dikenali ,
tingkah laku manusia, dimana bahasa masuk didalamnya.
b.
Adanya hirerarki yang menekankan
hubungan timbale balik antara suatu satuan dengan suatu satuan yang lebih
besar.
Hirerarki
tersebut :
1.
Hirerarki fonoligis, hubungan antara
bunyi-bunyi bahasa dengan satuan kata, kelompok tekanan, jeda, dan retoris. Dan
menangani pemolaan gelombang yang berhubungan dengan bentuk atau manifestasi
fisik. Ciri-ciri hirarki fonoligis yaitu bunyi berbaur bersama, masuk dalam
struktur medan, bisa mengandung kontras nada yang relevan, dapat digambarkan
dalam bagan komponen tali satuan, tempatnya dalam kata mempengaruhi pelafalan,
dan jumlah dan susunannya mempengaruhi struktur silabel. Cotoh, Bunyi /p/ awal
adalah aspirated dan berada dalam posisi maju karena bunyi /i/
berikutnya; selanjutnya /i/ sebagian prenasalized sebagai pengaruh /n/
berikutnya. Saling tindih bunyi-bunyi itu tidak didemonstrasikan di
laboratorium fonetik dengan membandingkan kualitas-kualitas vocal dan konsonan
dalam urutan-urutan yang berbeda. Dalam penentuan bunyi-bunyi sebagai
kesatuan-kesatuan itu, kita hanya melihat puncak-puncak ombak (gelombang) itu
dan mengabaikan batas-batas bunyi yang tidak jelas yang saling tindih itu (Tarigan,
1989: 196 dalam February 10, 2011 by Haeril
Halim in Linguistics).
2.
Hirerarki gramatikal, hubungan antara
satuan lingual, dari satuan terkecil (morfem) dengan satuan lingual yang lebih
besar (kata, frasa, kalimat, paragraph, dll). Berhubungan dengan ditribusi,
hubungan dan fungsi satuan-satuan. Misalnya I’m- secara gramatikal:
batas kata terdapat di antara I dan am; secara fonologis:
tidak ada batas silabel yang terdapat di dalam I’m.
3.
Hirerarki referensial, bahwa suatu
tindakan atau entitas dapat dinyatakan dalam berbagai cara sehingga terbentuk
hirerarki dari suatu konsep dengan parafrasa. Berhubungan dengan ciri pembawa
makna. Contoh
: Seorang ibu berkata kepada tetangga dekatnya, “Tuti baru saja pulang.” atau
“Anakku sudah kembali” (ujaran-ujaran itu belum tentu dapat difahami
oleh orang yang tidak dikenal mereka).
c.
Pentingnya konteks, sebab tidak ada
sesuatupun yang yang dapat diberi batasa tanpa konteks.
Inti
Teori Tagmemik
Inti dari teori tagmemik, seluruh tingkah laku
manusia berstruktur. Bahasa di pandang sebagai bagian dari tingkah laku, jadi
dapat disebut tingkah laku tutur (verbal). Tingkah laku ini muncul dalam bentuk
penggalan-penggalan atau satuan-satuan yang dapat dikenali bentuk, ciri, dan
distribusinya. Bentuk pada wujud fisik, ciri pada fitur yang berhubungan dengan
makna, dan distibusi pada fungsi dan hubungan antar satuan.
Batasan-
batasan Tagmen
Tagmen adalah wadah dalam suatu struktur (sintaksis
atau morfologis) bersama dengan kelas formal unsur-unsur yang menempati wadah
itu, korelasi suatu fungsi ketatabahasaan.
1.
Jalur Fungsional
Jalur
adalah suatu posisi dalam suatu rangka konstruksi. Jalur fungsional adalah
posisi-posisi dalam rangka-rangka kontruksi yang dibatasi bentuk-bentuk
linguistik.
Fungsi
adalah hubungan dengan ketatabahasaan. Menjawab pertanyaan mengenai apa yang
diperbuat oleh bentuk dalam kontruksi.
Jalur
fungsional dapat disamakan dengan posisi, proposisi, makna/arti.
2.
Kelas Pengisi
Kelas
pengisi adalah daftar semua butir yang dapat mengisi lajur fungsional. Dapat
ditukarkan satu sama lain. Kelas pengisi suatu kelas distribusi yang dalam
banyak kasus, dalam banyak hal, heterogen. Contoh: dalam bahasa inggris
pengisian subjek I, you, he, she, dan
lainya sedangkan objeknya me, her, him.
3.
Korelasi Jalur Pengisi
Korelasi
Jalur Pengisi disini korelasi jalur fungsional dengan kelas pengisi merupakan
korelasi fungsi dan bentuk.
Jenis-jenis
Tagmen dalam Konstruksi
1.
Tagmen Wajib vs Tagmen Bolehpilih
Tagmen
wajib adalah tagmen yang terdapat dalam tiap-tiap manifestasi struktur dalam
data tertentu, biasanya ditandai dengan (+).
Tagmen
bolehpilih adalah tagmen yang terdapat dalam beberapa tetapi tidak semua
manifestasi struktur, biasanya ditandai dengan tambah kurang (±).
Contoh
: + A + B (tagmen kedua-duanya wajib)
+ A ± B (tagmen A wajib, dan tagmen B boleh pilih)
± A ± A (dapat terjadi atau tidak sama sekali)
+ ( + A B ) untuk kombinasi
A,AB, ( A membutuhkan B ).
2.
Tagmen Inti vs Tagmen Luas
Tagmen
inti (nuklir) adalah tagmen yang bersifat diagnotis terhadap kontruksi
tempatnya terjadi (boleh wajib atau bolehpilih).
Tagmen
luas (peripheral) adalah tagmen yang tidak bersifat diagnotid kontruksi
tempatnya terjadi (bolehpilih).
Triarah:
a.
Inti dan wajib
b.
Inti dan bolehpilih
c.
Luas (dan bolehpilih)
3.
Tagmen Bebasgerak vs Tagmen tetap
Tagmen
bebasgerak adalah susunan tetap harus ditetapkan atau dinyatakan dengan baik.
Tagmen
tetap adalah terdapat dalam posisi tempatnya ditampilkan kembali dalam suatu
urutan yang tetap.
KEKUATAN DAN KELEMAHAN TATA BAHASA
TAGMEMIK
Keunggulan
Menurut Pike dalam teori tagmemik keunggulan bahwa
seluruh tingkah laku manusia (bahasa sebagai tingkah laku verbal). Itu
berstruktur dan serentak satuan-satuan dibangun. Teori tagmemik memiliki titik
awal ganda yaitu : dengan memanfaatkan sudut pandang statis, di mana satuan
–satuan dipandang sebagai partikel yang pisah-pisah dengan manifistasi bentuk
fisik dalam tataran fonologis, sedangkan dari sudut pandang dinamis bahwa
tataran ferensial atau leksikal, dari relasional dikaitkan dengan tataran
gramatikal.
Hirerarki bagian yang utuh adalah suatu hirerarki di
mana suatu satuan harus dipandang sebagai bagian dari suatu satuan yang lebih
besar lagi. Analisis pemeriaan hirerarki bagian-utuhan, pemilihan etik-emik,
dan analisis unsure-untai secara bersama-sama dimanfaatkan untuk menetapkan
identitas satuan-satuan lingual menurut teori tagmemik. Teori tagmemik sangat
mementingkan kedudukan pengamat dan manusia yang terlibat dalam kancah
komunikasi bahasa karena perasaan, niat, kemampuan, persepsi, dan tafsiranya
erat bertaut dengan mempengaruhi kebahasaan.
Tagmemik menganut pandangan bahwa kalimat sebagai titik awal dan titik
akhir analisis sama sekali tidak menunjukan atau menghasilkan pemeriaan yang
memadai. Tagmemik juga menangani struktur makna sebagai bagian intergral dari
analisis bahasa, yaitu dengan memperhitungkan soal peran (pengisian makna),
pada setiap tagmen.
Kelemahan
Kelamahan tagmemik :
1.
Perihal Intuisi, bahwa sangat penting
untuk dianalisis, hal ini membuat satuan lingual secara kanistis tidak mungkin.
Penegasan ini yang memperlemah pernyataan teori tagmemik.
2.
Konsep Emik dan Etik, merupakan alat
perincian yang seharusnya ampuh belum didefinisikan secara benar-benar ketat
dan tepat, terutama dalam penentuan tagmen.
3.
Konsep peran dan kerekatan (kohesi),
masih perlu dikembangkan dan diperhalus.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta
: Rineka Cipta.
de
saussere, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogjakarta : Gajah Mada
University Press.
http://haerilhalim.wordpress.com/2011/02/10/tata-bahasa-tagmemik-hirarki-gramatikal-fonologis-dan-referensial/
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Tata Bahasa Tagmemik. Jakarta : Depdikbud.
Verhaar, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik. Yogjakarta : Gajah Mada University Press.
Input : Oktavian Aditya Nugraha (1 April 2015 : 08.37)