Selasa, 12 Maret 2013

sang bidadari



Hujan menetes butiran air
Dingin menusuk tulang putih
Suara gemuruh marahnya sanga awan
Mencekam suasan saat itu
Bidadari disamping saat ini
Mengubah semuanya menjadi rasa nyaman
Kehangatan yang didapat
Sejuta warna yang memancar saat itu

            Bidadari yang dulu tak berubah
            Harumnya sebersih hatinya
            Jiwanya seputih tulangnya
            Senyumnya seindah tingkah lakunya
            Kelembutan selembuh sentuhan kalbu
            Bagi yang disampingnya

Senyuman lebar manis
hati tidak terduga
menari-nari diatas awan
muncul sang pelangi
member warna yang indah
setiap langkah baik
berakhir baik pula

Pelangi Sang Bidadari



“Sejuta warna dimilikinya…” penggalan untuk seorang wanita yang memiliki sejuta keindahan di dalam tubuhnya. Bidadari diibaratkan perempuan indah sempurna. Pelangi berwarna-warni keindahan yang dimilikinya. Suatu desa terpencil jauh dari keramaian hidup seorang perempuan sebatang kara ditinggal sang pendamping entah kemana. Menjaga sang buah hati, membesarkan, akan masuk sekolah dasar besoknya.
“hidup tak ada arti lagi bila aku membesarkan seorang diri buah hati yang mungil ini” terucap kata dari mulut manisnya.
“harta tak ada, susah untuk dicari” keluhan keluar lagi dari mulut manisnya.
Keluh kesah dari Ina (sang ibu) membesarkan buah hati dengan kasih sayang sentuhan lembut seorang bidadari kepada sang buah hati. Kesabaran, ketenangan, keinginan, untuk menjadikan sang buah hati menjadi orang sukses.
“anakku? Ibu membesarkanmu sendiri disini” Ina berkata ?
Bapak kemana bu ? “kata Ucup” sang buah hati yang dibesarkan sang bunda.
Masa bodoh dengan bapakmu Nak? Tidak usah dipikirkan, sekarang Ibu yang akan membesarkanmu tanpa Bapakmu! Ya, sudah Ibu berangkat mencari uang dulu?
Ina bekerja sebagai penjaga toko baju di kota, jarak antara desa ke kota bekisar dua jam di tempuh. Ayunan sepeda tua yang menemani dia selama perjalanan, topi kecil menempel di kepala sang Ibu, melindungi panasnya matahari dan hujan tidak tau kapan akan datang. Sampailah ke toko Cang Ahong orang cina yang mempunyai toko baju, dimana Ina berjaga di situ.
Akhirnya datang juga? Ucapan Ahong kepada Ina.
Ia Cang? “Ina pun membalasnya”
Pelanggan menantimu, bertanya-tanya tentang dirimu? Jam segini belum datang. Hanya kepadamu pelanggan ingin bertemu.
Pekerjaan yang dilakukan Ina selama ini menjadi penjaga toko seharian. Keramahan dan kelembutan Ina menanggapi setiap pembeli baju, membuat dirinya disegani Cang Ahong, terutama pembeli menjadi suka pada dirinya. Naluri keIbuan muncul ketika menghadapi anak-anak yang sedang memilih baju. Senyum indahnya membuat anak-anak senang, kata-kata yang manis membuat anak-anak tenang hatinya. Teringat sang buah hati di rumah, terkadang tetesan air mata mengalir dari Ina. Meneratapi nasib kehidupan dengan sang buah hati yang tidak kunjung membaik.
Melihat anak kecil bermain, ibarat seperti anaknya sendiri. Waktu pulang tiba, diterimanya uang dari Cang Ahong sebagai hasil kerja keras hari ini. Senyuman lebar, raut wajah menjadi cerah menerima uang yang diberikan.
Berkata Ina “Terima kasih Cang? “senyuman menyertai ucapan ini”.
            Uang yang kau beri akan membuat sang buah hati senang riang gembira tak terkira”.
            Akan Ina tabung untuk sekolahnya sang buah hati.
Diambilnya sepeda tua yang menemani selalu dimanapun itu. Ayunan pelan-pelan penuh keceriaan menyertainya dalam perjalanan pulang kerumah. Melewati jalanan yang panjang, Ina melihat sekerumunan orang, orang perparas tampan bercucuran darah mengalir didahinya.
            Astaga “Ipunk” Ina berseru keras didepanya.
            Ada apa denganmu Punk, kenapa bisa begini? Kekhawatiran tidak terduga diwajah Ina.
Memang Ipunk teman akrab Ina sejak sekolah di SMA yang sekian lama terpisah karena orang tua Ipunk kerja dipindah diluar kota. Setelah lama berpisah sekarang bertemu dengan keadaan yang berbeda ini. Entah angin apa yang membawa mereka bertemu di saat ini. Bergegas Ina membawa Ipunk meminta bantuan orang-orang di sekitar untuk mengantar ke Rumah Sakit. Di atas tempat tidur Ipunk terdiam, mata masih menutup sayup.
            Ibu “bisa ke ruang dokter sekarang?” Suster menyuruh Ina?
            Dengan kebiasaan Ina selalu senyum ramah, menganggukkan kepala “Ia saya akan kesana Sus?” kata Ina.
Tok…Tok…Tok… suara pintu diketok tiga kali oleh Ina. Silahkan masuk “Saut suara lantang sang Dokter”! langkah malu-malu Ina mengampiri Dokter.
            Iya? Sapa Ina, ada apa Dokter memanggil saya?
            Begini… Ibu? “pasien yang ibu bawa sini tadi (Ipunk yang dimaksud) sudah kami tolong. Sekarang ibu menyelesaikan administrasi di bagian kasir ya”?
Merenung, terdiam sunyi suasana ruang dokter. Ina memegang dompet didalam yang terdapat uang pemberian Cang Ahong, yang akan di tabung. Guna mensekolahkan sang buah hati besoknya. Dengan kebaikan Ina, hal tersebut dibatalkan, yang penting nyawa Ipunk terselamatkan.
            Beranjak dari tempat duduk yang nyaman, keluar pintu menuju kearah kasir menyelesaikan administrasi yang harus diselesaikan. Di buka dompet, dikeluarkan selembar-lembar uang untuk membayar biaya pengobatan Ipunk, untuk sementara. Tak tersisa uang yang di berikan Cang Ahong kepadanya. Dengan Doa didalam hati untuk kebaikan, berdoa mendapat balasan yang lebih baik.
            Waktu hampir tenggelamnya matahari, Ina lupa akan sang buah hati yang ditinggalkannya di rumah sendiri tanpa teman yang menemani. Bergegas Ina pulang, ayunan sepeda dengan kencang, nafas bersesak-sesak, mengejar sang matahari sebelum meninggalkan dunia supaya sampai di rumah sebelum matahari tenggelam.
            Ucup” Ibu pulang Nak,,,,, teriakan lantang mengelegar disaat Ina sampai di rumah tepat saat matahari tenggelam.
            Ibu “sautan Ucup mencium kening sang bunda dengan rasa kasih sayang dan kangen ditinggal seharian ibu bekerja”.
Bukan hal yang biasa dilakukan mereka berdua, karena di rumah sederhana hanya mereka berdua yang menghuninya. Mari Nak, kita makan. Pelukan hangat sang ibu membuat hati tenang sang buah hati. Berbisik sang buah hati “Ibu kapan saya masuk sekolah”. Tetesan air mata mengalir, rasa sedih melihat sang buah hati menginginkan untuk ke jenjang pendidikan Sekolah Dasar.
              Sabar ya? Nak. Ibu baru mengumpulkan uang untuk Ucup sekolah.
              Iya, buk? Tapi kapan, waktu tinggal sebentar lagi pendaftaran akan ditutup. Tutur Ucup yang seharunya sudah kelas 4 SD ini tetapi belum masuk.
Anak yang pintar, mandiri, berbeda dengan teman-teman yang lain. Karena kondisi ekonomi yang kurang mendukung, membuat Ucup tertunda untuk sekolah. Selagi menunggu hal itu, sang buah hati belajar secara mandiri dengan dibantu Ina di rumah.
            Sudah malam Nak? “mari tidur, …
            Ya? Buk,,, …
Mentari terbit dari ufuk timur, cahaya hangat masuk ke rumah Ina di selala-sela lubang rumah yang ada. Berkicaunya burung dipagi hari membuat suasana hati. Semakin hari semakain baik hati ini. Mempersiapkan segala sesuatu pagi yang seperti biasa berangkat ke toko Cang Ahong.
            Berbeda dengan hari-hari yang sudah, Ina mengajak sang buah hati untuk menemaninya bekerja siang itu. Rasa riang gembira bersepeda menyayikan lagu, menjadi keistimewaan tersendiri untuk Ina dan Ucup. Sampai di toko, Ina dengan bangga memperkenalkan sang buah hati kepada Cang Ahong dan para pembeli di toko ini. Kepintaran yang dimiliki Ucup membuat semuanya terkesan, dan tidak percaya bahwa Ucup tidak bersekolah. Hal aneh yang dilihat banyak orang, tidak mengira sang buah hati ini belum masuk jenjang pendidikan.
            Kenapa Anak cerdas ini, tidak bersekolah Na? “tutur Cang Ahong.
            Ina dengan senyum dan kerendah hati berkata “belum saatnya Cang, nanti kalau sudah saatnya akan bersekolah?”
Kau ini memang perempuan bagai bidadari? Cang pun terpaku dan menggeleng-gelengkan kepala bertanda takjub terhadap Ina.
Waktu pulang tiba, seperti biasa dengan sepeda tuanya menemani berserta sang buah hati. Ayunan lembut selembut hatinya menandakan memang benar apa yang dibilang Cang Ahong saat itu. Sebelum pulang Ina ke Rumah Sakit menjenguk Ipunk teman sekelas saat SMA, hanya ingin melihat kondisinya.
            Dibukanya pintu kamar Ipunk di rawat, ternyata Ipunk sudah sadar. Terkejut sangat, memang tekejut Ipunk raut wajah yang kaget melihat Ina.
            Ina,,,, kenapa kamu disini? Hentak “Ipunk dengan keras”.
            Ipunk,, senyum manis diawali Ina, saat menyapa? Kemarin kamu terjatuh dijalan dan saya membawa kamu ke Rumah Sakit ini”.
Ina terimakasih ya “kamu tidak ada berubahnya dari dulu suka menolong orang yang kesusahan,, sambil kebingungan, Ipunk bertanya lagi “Ina,, siapa Si Kecil yang bersama dirimu ini?””
Ini anakku Punk,, Ina Junior “bersendau”? yang membesarkan hanya saya, bapaknya sudah pergi ,, hahahahhaha…….. ketawa keras bergurau?
Ahhahahahaa,,,,,,, saut Ipunk,, wah kamu memang hebat Ina, kamu temanku dari dulu tidak berubah, ibarat bagai Bidadari yang selalu memberi keindahan ketenangan bila disampingmu.
Raut wajah memerah, sedih, tapi dia belum sekolah Punk,, karena kondisi ekonomi saya yang belum pulih setelah ditinggal suamiku “tutur Ina lebih lanjut”.
Sabar, sabar, sabar,,, ucapan Ipunk. Ipun memberika kartu namanya yang diambil didalam dompet. Dia menyuruh ini mengubungi apabilan suatu saat memerlukan bantuan. Wujud rasa terimakasih Ipunk karena sudah di tolong ini saat itu. Ipunk besok sudah pulang kerumah, dia sebagai pengusaha sukses di kota.
            Pulanglah Ina dan Ucup sang buah hati kesayangan. Hujan deras menandai perjalanan pulang Ina dan Ucup. Berteduhlah di sebuah tempat yang indah diatas bukit. Rumah Ina dibelakang bukit yang indah tersebut. Sambil menunggu redany sang hujan, Ucup bersendau gurau dengan sang ibu. Mereka berdua tidak dapat dipisahkan. Kesenangan di ikuti dengan rintikan air hujan membuat suasana semakin mengagumkan. Suara petir mengelegar sampai memanaskan telinga mereka berdua. Dinginnya angin menusuk sampai ketulang.
            Hujan menetes butiran air
            Dingin menusuk tulang putih
            Suara gemuruh marahnya sanga awan
            Mencekam suasan saat itu
            Bidadari disamping saat ini
            Mengubah semuanya menjadi rasa nyaman
            Kehangatan yang didapat
            Sejuta warna yang memancar saat itu

Hujan-hujan yang terus tidak berhenti. Membuat Ina dan Ucup mulai bosan. Berhentilah doa mereka ucapkan. Akhirnya berhenti juga hujan yang deras ini. Melanjutkan perjalanan yang menyenangkan tadi berdua. Diatas bukit langkah meraka terhenti melihat sesuatu yang indah sekali. Sebelumnya tidak belum pernah seindah ini.
Ucup bergeming “Ibu ada pelangi”
Ina “iya Nak, sungguh indah pelangi itu”
Sejuta warna menghiyasi pelangi itu Ibu?, sunggu indah,! Ucup senang melihatnya.
Dari kejauhan datanglah mobil mewah yang menyorot lampu cerah dihadapan meraka. Masa bodoh merak cuek karena ingin menikmati indahnya pelangi setelah hujan reda ini.
            Haiii…… memang indah pelangi kamu lihat saat ini, seperti dirimu Ina yang mempunyai sejuta warna untuk membuat orang disekitar kamu terasa nyaman dan senang melihatnya. “Ipunk,, teriak keras mengucapkan kata-kata indahnya”.
            Memang betul? “tambah Cang Ahong.. “bagai pelangi sang bidadari yang kamu punyai selama ini Ina”. Kebaikanmu, keindahmu, kesabaranmu, rendah hatinya dirimu, suka menolong, bagai bidadari dan pelangi memiliki sejuta warna.?
Menolehkan wajahnya berdua Ina dan Ucup kebelakang, terpaku melihat Ipunk dan Cang Ahong tiba-tiba ada dibelakang mereka. Secara bersamaan Ipunk dan Cang Ahong tersenyum indah kepada Ina dan Sang buah hati.
            Terdiam suasana menjadi berubah, tersentuh hatinya dengan melihat Ipunk dan Cang Ahong datang bersamaan.
            Ipunk, Pak.Ahong,,, kenapa bisa ada di sini? “Ina terpukau terkejut dengan kedatangan meraka”. Kenapa bisa bersama kalian berdua? Hal yang membuatnya bingung?
Berjalan mendekat kearah Ina dan Ucup sang buah hati. Senyuman ditebarkan, mereka berdua Ipunk dan Cang Ahong.
            Ina,, saya dan Cang Ahong adalah partner kerja yang membuka toko baju, dimana kamu kerja sekarang dan Cang Ahong saya suruh untuk mengelola toko itu selama saya kemarin ke luar kota. “tutur Ipunk?”
            Benar Ina,, tambah Cang Ahong. Ipunk ini bos kita selama ini. Saya sudah menceritakan semuanya ke Pak Ipunk tentang kamu selama ini.
            Kamu memang tidak berubah Ina, sejak kenal pertama di bangku SMA sampai sekarang kamu mempunyai Buah Hati, masih sama, julukan dirimu selama masih di SMA bagai Sang Bidadari tidak hilang sampai sekarang. “tambah Ipunk?”.
Ina, hanya bisa tersipu malau melihat dan mendengar perkataan Ipunk dan Cang Ahong tadi. Tidak terduga meraka menyanjung sampai seperti ini.

            Bidadari yang dulu tak berubah
            Harumnya sebersih hatinya
            Jiwanya seputih tulangnya
            Senyumnya seindah tingkah lakunya
            Kelembutan selembuh sentuhan kalbu
            Bagi yang disampingnya

Merah merona, wajah Ina yang sebelumnya pucat sunyi. Senyum lebar mempersona menandai kesukaan akan sanjungan Ipunk dan Cang Ahong.
            Ina memang tidak berubah, masih seperti dulu Punk?. “kata Ina”
            Lihatlah pelangi yang ada di depan kita ini,,, warna-warni yang indah sekali? Butiran titik-titik air pengantar turunnya embun setelah hujan sehari. “ Tutur Ipunk.
Sambil melihat indahnya sang pelangi, Ipunk terucap kata “Terimakasih Bidadari, dirimu telah menyelamatkan jiwaku_balas jasa, saya akan mensekolahkan Ucup, dia anak cerdas yang perlu dijaga dan ditingkatkan kepintarannya”.
            Terdiam merenung menatap sang surya hampir meninggalkan sinarnya cerahnya. Ucup terasa senang akan tawaran Ipunk,, Okee,, Okee,, Okee, Ommmm saya ingin. Merangkat berjalan ke rumah Ina, mereka berempat “Ina, Ucup, Ipunk, dan Cang Ahong” berjalan dimenuju gubuk yang dimana Ina dan Ucup tinggal.
            Memang Pelangi Sang Bidadari julukan yang tepat untuk Ina, kebaikan, ketulusan hati, suka menolong, kesabaran, selagi cantik dan tinggi. Bagai perempuan yang belum mempunyai buah hati. Kata-kata terus merayu dituturkan Ipunk, sambil tersenyum lebar merayu Ina.
            Terbukalah pintu rumah sang bidadari, dingin menusuk tulang, hujan ritik-rintik terus berjatuhan, membuat malam semakin syadu. Kebalakang Ina membuat Teh untuk mereka, dan cemilan-cemilan yang ada dikeluarkan. Menutup malam hari yang indah bersama di gubung kecil Ina milik. Semuanya yang diinginkan sang bidadari telah tercapai, mensekolahkan anaknya mulai besok.
            Malam semakin menampakan bintang dan bulan, kata muncul dari Ipunk, “Ina memang terasa berat untukmu bila mendengar kata-kata dariku” ,, wahai Pelangi Sang Bidadari yang telah terukir didalam dirimu, niat baik saya  untuk memiliki dirimu, apakah di sambut dengan senyum indahmu dan kata “Mau” dari Mu Ina…?”.

Senyuman lebar manis
hati tidak terduga
menari-nari diatas awan
muncul sang pelangi
memberi warna yang indah
setiap langkah baik
berakhir baik pula

Ina,, terdiam,, memikirkan,, perkatan-perkataan yang muncul dari Ipunk. Hanya satu kata yang diucapkan ina, Iya”. Senyum lebar membuat mereka semuanya bahagia, walau Ucup masih kecil, tapi dia mengetahui maksud dari Ipunk.?
            Cerita tiada henti tidak sampai disini, bidadari bisa diibaratkan orang yang cantik, melebihi semuanya. Di sini bidadari seorang Ibu. Ini dimiliki sang bidadari dengan sejuta warna. Ina Pelangi Sang Bidadari . ****