Sabtu, 08 Juni 2013

Ta'aruf



PENDIDIKAN PRA NIKAH
Seling kenal (ta’aruf) di antara laki-laki dan perempuan merupakan saat-saat mengesankan dalam hidup. Hal umum ini terjadi di masa-masa sekolah atau perkuliah, dimana seseorang mulai mengembangkan perilaku-perilaku yang terarah dalam memilih pasangan hidup. Usaha mahasiswa adalah saat-saat dimana perkembanan biologis, psikologis, dan sosial-spiritual seseorang sedang mengalami dinamika kearah kematanan. Islam mengatur ta’aruf diantara laki-perempuan dengan sedemikian indahnya, melalui cara-cara yang santun, etis, dan berakhlak, sehingga kedua belah pihak sama-sama mendapatkan kemanfaatan dan kemaslahatan.

Ta’aruf dalam islam
Persahabatan dalam islam amat dianjurkan. Melalui persahabatan,dorongan kemanusiaan untuk menyebarkan rasa kasih dan sayang dapat terpenuhi. Manusia sebagai makhluk homo sapiens, tidak dapat hidup tanpa bantuan oran lain. Antara manusia satu dengan manusia yang lain memiliki rasa saling membutuhkan.
Memahami hakekat persahabatan yang sedemikian maslahat, Miskawaih (1994) menyatakan tidak ada sesuatupun yang dapat menggantikan arti seorang sahabat yang terpecaya, sehingga mampu membantu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Berpijak dari hakekat persahabatan yang sedemikian penting, sesungguhnya bagaimana Islam mengatur tentang persahabatan yang umumnya diawali melalui sebuah proses ta’aruf?
Ta’aruf sebaiknya juga diatur tempat dan waktunya. Sebaiknya ta’aruf dilakukan di tempat – tempat yang baik dan terhormat, seperti menuntut ilmu, rumah, atau di tempat berorganisasi dan berkaya. Sejauh mungkin hindari ta’aruf di tempat – tempat yang kurang terhormat seperti jalanan, pasar, atau kendaraan yang dapat menyebabkan terjadinya fitnah maupun gunjingan – gunjingan yang dapat menimbulkan keresahan pribadi, keluarga maupun masyarakat.
Ta’aruf sebaiknya juga dilakukan pada waktu – waktu yang tidak mengganggu aktivitas (istirahat) orang lain. Selain itu dalam berta’aruf diharuskan melibatkan orang lain atau berkelompok (jangan hanya berdua, terutama untuk yang berlainan jenis). Ta’aruf  yang hanya berdua (berlainan jenis) dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kejahatan, pelecehan maupun tindak asusila.
Topik pembicaraan uga lebih baik diarahkan mengenai hal-hal yan bersifat umum,akademik dan sosial, serta menghindari masalah pribadi. Adakalanya dalam budaya tertentu pembicaraan masalah pribadi (privacy) dapat dianggap tabu atau kurang sopan (etis).

Menyongsong Masa Pernikahan
Selama masa ta’aruf, umumnya persahabatan antara laki – perempuan dapat meningkatkan ke relasi yang lebih serius, seperti berpacaran. Namun dalam Islam berpacaran tidak dianjurkan. Mengapa? karena selama ini istilah pacaran selalu dikaitkan dengan bepergian berdua, makan berdua, menikmati waktu senggang berdua maupun aktivitas-aktivitas lain secara bersama-sama yang dilarang dalam Islam. 
Kehidupan membujang memiliki ciri-ciri : tanggung jawab hanya bersifat personal atau perorangan, tidak memiliki tanggung jawab kelompok; kebutuhan-kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial-spiritual bersifat individual dan belum dapat dikembangkan secara optimal; kelekatan emosional lebih sempit, karena hanya tertuju pada orang tua, saudara dan sahabat; fungsi manusia sebagai khalifah belum sempurna; serta harkat kemanusiaan tertinggi dari manusia yaitu kasih sayang terhadap orang lain belum terpenuhi (rahmatan lil’alamin)
Kehidupan keluarga memeiliki ciri-ciri : Tanggung jawab pribadi maupun kolektif terpenuhi; kebutuhan-kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial-spiritual dapat berkembang secara oiptimal; kelekatan emosional lebih luas, karena melibatakan pasangan suami istri dan anak; fungsi manusia sebagai khalifah sudah sempurna; harkat kemanusiaan tertinggi berupa kasih sayang terhadap sesama (rahmatan lil ‘alamin) manusia dapat tersalurkan.
Kriteria-kriteria al-Qur’an tentang kehidupan berkeluarga tertuang dalam surat al-Rum/30:20 dan surat al-syura/42:43 yang bermakna : (1) Pemilihan pasangan hidup harus dari jenis sendiri, yang sekufu’ ( seimbang,sebanding,dan setaraf ), baik dari agama, latar belakang keluaraga, status sosial ekonomi mauapun ketampanan dan kecantikan, (2) Kehidupan pernikahan (berkeluarga) amat menekankan pada fungsi psikologis angota-anggotanya, seperti kebahagian, ketentraman, kasih sayang, rasa aman, serta saling mengasihi dan mencintai; walaupun pada dasarnya fungsi-fungsi laintidak boleh diabaikan, misalnya fungsi biologis dan funsi sosial ( Saabah,1997; Hawari,1998). Oleh karena itu persiapan psikologisuntuk memasuki kehidupan rumah tangga menjadi urgen dimiliki seorang mahasiswa.
Kondisi psikis dan mental yang diperlukan dalam memasuki kehidupan berkeluarga antara lain :
1.      Kemampuan memahami di antara masing-masing pasangan, baik yang berkaitan dengan kebiasaan, kesukaan maupun perilaku-perilaku tertentu yang dimiliki pasangan.
2.      Kemampuan untuk menerima apa adanya dari pasangan, baik kelebihan-kelebihan mauapun kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
3.      Kemampuan mengembangkan sifat dan sikap altruisme, yaitu mementingkan kepentingan dan kesenangan orang lain (pasangan).
4.      Kemampuan mengembangkan sikap tenggang rasa (toleransi) terhadap perbedaan-perbedaan yan dimiliki pasangan.
5.      Kemampuan menghargai potensi-potensi yang dimiliki oleh pasangan.
Apabila seorang mahasiswa merasa belum mampudan belum berkeinginan membentuk keluarga , maka islam juga memberikan jalan keluar yang baik, dengan cara memelihara kesucian diri sampai Allah memampukan (Q.S al-nur/24/33), melalui aktivitas puasa, berolahraga, bermasyarakat, maupun menuntut ilmu. Dengan memelihara diri, maka Allah akan memberikan derajat yang mulia di sisi-Nya, sebagaimana kisah Nabi Yusuf yang menghindari berbuat zina denan Zulaikha. 

by. oktavian a.n (4 april 2012)

Miskiwaih, 1994. Menuju Kesempurnaan Akhlak. Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika. Bandung: Mizan.
Sa’abah, M.U, 1997. Seks dan Kita. Jakarta: Gema Insani Press.
Shihab, M.Q. 1994. Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
-----------------, 1997. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhui atas Pelbagian Persoalan Umat. Bandung : Mizan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar